Perubahan iklim global menuntut solusi inovatif dari berbagai sektor, termasuk pertanian. Salah satu pendekatan yang kini mendapat perhatian serius adalah peran keanekaragaman agronomi dalam “membumikan” karbon, yaitu mengikat karbon dioksida (CO2) dari atmosfer dan menyimpannya di dalam tanah. Praktik pertanian yang beragam ini tidak hanya meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga menjadi alat vital dalam mitigasi emisi gas rumah kaca. Lalu, bagaimana keanekaragaman agronomi secara spesifik berkontribusi pada upaya penyelamatan iklim?
Sebuah studi mutakhir dari University of Helsinki, yang dipublikasikan pada 14 Oktober 2024, memberikan pemahaman mendalam tentang mekanisme ini. Penelitian tersebut menemukan bahwa meningkatkan keragaman spesies tanaman dalam sistem pertanian dapat secara signifikan meningkatkan biomassa tanaman secara keseluruhan. Biomassa yang lebih besar berarti lebih banyak karbon yang diabsorpsi dari atmosfer melalui fotosintesis. Ketika sisa-sisa tanaman ini kembali ke tanah, karbon tersebut tersimpan dalam bentuk materi organik, menjadikannya penangkap karbon alami yang efektif. Dalam eksperimen yang melibatkan jelai sebagai sereal utama, peneliti mengamati bagaimana penambahan spesies pendamping seperti semanggi merah, alfalfa, dan white mustard dapat meningkatkan hasil biomassa.
Lebih dari sekadar peningkatan biomassa, keanekaragaman agronomi juga memengaruhi ekosistem mikroba di dalam tanah. Berbagai jenis tanaman memiliki sistem perakaran yang berbeda dan mengeluarkan eksudat akar yang bervariasi, menciptakan lingkungan yang lebih beragam dan mendukung bagi komunitas mikroba tanah. Mikroba ini, termasuk bakteri dan fungi, memainkan peran penting dalam dekomposisi bahan organik dan stabilisasi karbon di dalam tanah. Para ilmuwan terkejut melihat respons positif dan cepat dari mikroba tanah terhadap peningkatan keragaman tanaman. Ini menunjukkan bahwa keanekaragaman agronomi memfasilitasi proses biologis yang esensial untuk penyerapan karbon yang efisien.
Praktik monokultur yang dominan dalam pertanian modern telah menyebabkan penurunan kadar karbon organik di tanah secara global. Dengan menerapkan keanekaragaman agronomi, kita dapat membalikkan tren ini. Membumikan karbon di tanah tidak hanya mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan ketahanan ekosistem pertanian terhadap perubahan iklim. Ini adalah langkah ganda yang menguntungkan baik lingkungan maupun produktivitas pertanian.
Secara keseluruhan, keanekaragaman agronomi adalah strategi yang menjanjikan dan berkelanjutan dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Dengan memanfaatkan kekuatan alam dalam sistem pertanian, kita dapat mengubah ladang menjadi “penyimpan” karbon yang efektif, berkontribusi pada lingkungan yang lebih sehat dan masa depan yang lebih lestari.
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.